Hey There!

Senin, 30 Juni 2014

Surat untuk masa depan

Tiada yang istimewa yang ada di kota ini, semuanya serba biasa dan sederhana. Namun Hanya  ada satu yang aku akui bahwa kota ini luarbiasa, yaitu hujan  gemericik  yang setia menyapa rumput di ladang, menyapu debu di jalan hingga kota ini rata oleh basahnya air mata sang langit. Ya, aku lahir disini, di Kota Hujan. Bogor, itulah kota sederhana namun luarbiasa yang telah melahirkan seorang putri pada tanggal 14 maret tahun 1997. Puji Nur Ripha, begitulah kedua pahlawan menyebutnya, kedua pahlawan itu bukan mereka yang memgang senjata melawan para colonial belanda, atau mereka pula bukan yang duduk di komisi pemberantas korupsi, mereka adalah manusia luar biasa  diciptakan tuhan untuk anaknya yang biasa, Umy dan Aby begitulah aku menyebutnya. Entah berawal darimana, sejak umurku mulai memasuki angka 5, aku sangat mengagumi coklat ataupun permen rasa coklat bahkan ice cream rasa coklat, hingga akupun kerap kali membeli baju,  bluse, kacamata berwarna coklat. Dan sebatang coklat rasanya tak akan sempurna bila tak ditemani segelas cappuccino yang biasa aku nikmati setiap pagi atau sore. Bahkan coklat kini  bukan hanya menjadi sebuah makanan favorite, tetapi menjadi sebuah penawar saat hatiku meradang


Setiap hari matahari bersinar, sinarnya tak pernah berubah. Tetap hangat dan terang menyelimuti pertiwi ini. Umurku terus merangkak dari satuan ke puluhan hingga tibalah aku di umur emasku yang mana orang selalu mendapati umur ini sebagai umur keberhasilan ataupun tanda keremajaan. Tak terasa akupun sudah tujuh belas tahun. Ibarat aliran air, aku sudah mengenal lika-liku kehidupan. Entah kapan aku akan bertemu dengan pemuaraanku, sampai sekarang pun aku terus berjalan mengahadapi ganasnya kehidupan. Aku tidak terlahir dari keluarga seorang pejabat, aku juga tidak dibesarkan dengan kenikmatan dan kemanjaan, aku lahir sederhana dan selalu ingin hidup sederhana. Aku juga bukan seorang anak yang tangguh, kadang jiwaku terombang-ambing kesana kemari, kadang jiwaku harus kerdil mendengar pertengkaran orangtua yang tak pernah reda atau aku juga harus menahan diri mendengar ocehan orang tentang aku ataupun orangtuaku. Namun setahu ku, aku bukan lah seorang pecundang yang harus kalah dengan persoalan hidup yang pelik ini.. Mereka itu fakta, dan aku adalah harapan. Mereka tak bisa berubah tapi aku bisa merubah diriku. Aku berdiri diatas keluarga yang retak. Aku membangun cinta dan kehidupan dalam nafas tersesak. Bagaimana aku bisa bertahan ? entahlah, yang jelas dengan tekad dan cita-citaku aku selalu ingin mencari ketenangan hidup, ingin membebaskan telingaku dari dahsyatnya pertengkaran, merasakan nikmatnyakehidupan. Bukan aku tak bersyukur, tapi sebagai seorang anak aku ingin melapangkan nafas. Itu saja. Menjadi sebuah kebanggan aku diterima di sebuah sekolah menengah atas yang cukup bergengsi di Indonesia, SMA DWIWARNA, ini bukan hanya sebuah lembaga pendidikan tapi juga sebuah nama keluarga besar. Aku begitu bangga menjadi bagian dari keluarga ini. Disini aku menemukan setitik air untuk menjernihakn kekelaman. Di keluarga ini aku dibangun bukan hanya untuk menjadi seorang anak yang berbakti pada orang tua, tapi juga seorang warga Negara yang selalu mengabdikan diri kepada banagsa dan agama. Sedikit demi sedikit akupun mulai memahami arti kehidupan yang  baru, bukanlah hanya mencari kebahagiaan demi satu ruang untuk bernafas tenang, namun juga membalas jasa kehidupan atas hidup yang kita terima. Sekarang, aku dibesarkan disini. Di sebuah keluarga besar yang menjunjung tinggi nilai perdamaian dan kebersamaan.

Pendidikan telah mengubah system pikir ku, kecintaan pada tanah air serta dengan menjunjung tinggi nilai keagamaan, aku selalu ingin tumbuh menjadi warga Negara yang baik serta dapat mengabdikan diri untuk bangsa. Aku melihat pemandangan yang penuh dengan luka di negri ini, siaran televise pun sudah tak mencerminkan lagi nilai-nilai dasar bangsa ini. Generasi muda pun sudah banyak yang porak poranda akibat perbuatannya sendiri. Mereka acuh bahkan tak pernah peduli dengan keadaan pertiwi yang semakin meluas lukanya.
Aku tak pernah bermimpi menjadi seorang presiden ataupun wakil presiden, bahkan seorang anggota legislative pun aku tak pernah memikirkan sebelumnya. Aku hanya ingin mengabdikan diri kepada negri demi mengayomi pendidikan kepada masyarakat. Aku ingin setiap yang menghirup nafas di bumi pertiwi ini mendapatkan haknya dengan adil. Bukan malah yang kecil dikerdilkan dan yang besar di utamakan. Aku Ingin semua rakyat dapat menikmati manis pahitnya mengenyam pendidikan di kursi sekolah, Mendapat ilmu yang banyak serta menumbuhkan kecintaan nya pada tanah air tercinta ini. Cinta tanah air, ya hanya itu yang ingin aku tanamkan kepada setiap orang di negri ini. Karena dengan rasa kecintaan nya aku yakin semua tak akan ada yang mau mengkhianati atau menzolimi satu sama lain. Saling belomba untuk membangun negri dan tak akan pernah membiarkan negri ini porak poranda. Mungkin orang menganggap itiu mustahil atau menganggap aku gila. Tapi aku tak menghiraukan sama sekali tentang perkataan itu. Aku selalu membayangkan jika negri ini dapat tersenyum serta bersinar terang bak mentari saat azan Zuhur berkumandang.
Bapaak Presiden yang terhormat, izinkan aku untuk mengabdikan diri menjadi seorang mentri pendidikan di tanah air tercinta ini.